JENEWA--Setelah berhasil mendapatkan selimut hukum larangan pembangunan menara masjid, sayap kanan, Partai Rakyat Swiss (SVP), merencanakan lebih banyak lagi larangan-larangan terhadap minoritas Muslim di negara Eropa.

"Pemilih memberi sinyal kuat untuk menghentikan tuntutan kekuasaan politik Islam di Swiss dengan mengorbankan hukum dan nilai-nilai kita," ujar Adrian Amstutz, anggota parlemen SVP kepada Swissinfo (1/12).

"Muslim harus dipakasa untuk mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat," imbuh dia.

Amstutz mengatakan, SVP, partai terbesar di parlemen, juga akan berusaha untuk melarang burqa--pakaian longgar yang menutupi seluruh tubuh dan wajah, cadar--, bangunan makam Muslim dan pembebasan siswa Muslim untuk ikut belajar berenang yang campur dengan pria dan perempuan.

"Perkawinan paksa, khitan perempuan, dispensasi khusus dari pelajaran berenang dan burka berada di daftar puncak," tegas Amstutz.

Pemerintah pada bulan Oktober telah mengumumkan rencana memperketat hukum untuk menindak perkawinan paksa, sementara Partai Demokratik Kristen telah mendorong untuk sebuah larangan burqa.

Pemimpin SVP,Toni Brunner, juga mengatakan, pihaknya akan berupaya untuk melarang jilbab, yang dalam Islam merupakan pakain wajib untuk perempuan, di tempat kerja.

Sayap kanan makin berani setelah keberhasilannya dalam mendapatkan selimut hukum larangan pembangunan menara masjid. Lebih dari 57 persen pemilih, Ahad lalu, mendukung perjuangan SVP untuk melarang pembangunan menara di Swiss. Hal ini menjadikan Swiss sebagai negara Eropa pertama yang mengesahkan larangan seperti itu.

Bagi SVP, menara merupakan simbol syariah dan Islamisasi masyarakat Swiss.

Islam adalah agama kedua di Swiss setelah Kristen. Diperkirakan berjumlah hampir 400.000, umat Islam membentuk hampir 4,5 persen dari total populasi Swiss.

Gelombang Sayap kanan
Amstutz, anggota senior SVP, memperingatkan terhadap segala upaya penundaan pelaksanaan larangan menara.

"Mereka yang mempertanyakan apakah teks inisiatif dapat dipraktkkan menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap hak-hak demokratis."

Pemerintah Swiss akan menunda keanggotaannya dalam perjanjian internasional, jika Mahkamah HAM Eropa memutuskan untuk menentang hasil referendum yang melarang pembangunan menara.

"Kami pasti akan merayakan," kata Nadja Pieren, yang menghadiri rapat umum mendukung larangan.

"Ini menunjukkan bahwa kita tidak menginginkan politik Islam di Swiss," imbuh dia.

Namun hasil referendum yang melarang pembangunan menara masjid Swiss tersebut terus menuai kritik internasional.

Dewan Eropa, yang terdiri dari 47 negara, mengatakan, larangan "memunculkan pertanyaan mengenai apakah hak-hak dasar individu, yang dilindungi oleh perjanjian internasional, harus tunduk pada suara mayoritas."

Larangan menara juga dikawatirkan dapat menjadi gelombang provokasi baru yang populis, sentimen anti-imigran di Swiss. "Itu bisa jadi merupakan permulaan bagi munculnya gelombang baru sayap kanan," papar Clive Church, pakar politik Swiss dari Kent University, kepada Reuters.

"Saya mendorong semua orang di mana pun untuk menganggap serius masalah diskriminasi ini," tegas Navi Pillay, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.

"Jika dibiarkan untuk mengumpulkan momentum, diskriminasi dan intoleransi tidak hanya membahayakan bagi kelompok yang diserang, mereka juga merugikan masyarakat secara umum".

iol/taq


Posted by deKa i djakarta Thursday, December 3, 2009

0 comments

Post a Comment